KH. ASNAWI CARINGIN BANTEN
KH.Asnawi lahir
di Kampung caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan
ibunya bernama Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan
Ageng Mataram atau Raden Fattah. Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim
Kh.Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam Agama Islam. Di mekkah beliau belajar
dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya bernama Syech
Nawawi Al Bantani. Kecerdasan yang di miliki beliau dengam mudah mampu menyerap
berbagai disiplin ilmu yang telah diberikan gurunya. Setelah dirasa cukup lama
menimba ilmu dari gurunya maka Syech Nawawi Tanara Banten menyuruh muridnya
Kh.Asnawi untuk pulang ketanah air untuk mensyiarkan agama Allah.
Sekembalinya
dari Mekkah Kh.Asnawi mulai melakukan dakwah ke berbagai daerah , karena
ketinggian ilmu yang dimiliki nama Kh.Asnawi mulai ramai dikenal orang dan
menjadi sosok ulama yang menjadi panutan masyarakat Banten. Situasi Tanah air
yang masih di kuasai Penjajah Belanda dan rusaknya moral masyarakat pada waktu
membuat Kh.Asnawi sering mendapat ancaman dari pihak-pihak yang merasa
kebebasannya terusik. Banten yang terkenal dengan Jawara-jawaranya yang
memiliki ilmu Kanuragan dan dahulu terkenal sangat sadis dapat di
taklukkan berkat kegigihan dan perjuangan Kh.Asnawi . Beliau juga terkenal
sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat di segani oleh kaum
Penjajah Belanda .Kh.Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga mengobarkan semangat
Nasionalisme anti Penjajah kepada masyarakat hingga akhirnya Kh.Asnawi di tahan
di Tanah Abang di asingkan ke Cianjur oleh Belanda selama kurang
lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan pemberontakan kepada pemerintah
Hindia Belanda , Apa yang dilakukan Kh.Asnawi mendapat dukungan
penuh dari rakyat dan dan para ulama lainnya, seperti para bangsawan dan
para jawara. Semenjak runtuhnya kesultanan Banten, terjadi sejumlah
pemberontakan yang sebagian besar dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti,
pemberontakan di Pandeglang tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria,
peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa
Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus
Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888
yang dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama
dipengasingan Kh.Asnawi tetap melakukan Dakwah mengajarkan Al-quran dan Tarekat
kepada masyarakat sekitar dan setelah dirasa aman Kh.Asnawi kembali
ke kampungnya di Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan
mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Salapiah Caringin sekitar tahun
1884, Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi panjang, pada keempat
sisinya terdapat serambi. Arsitektur Masjid dipengaruhi oleh unsur arsitektur
lokal, terlihat dari bentuk atapnya dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat
pada bentuk jendela serta pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga
pilar-pilar yang mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut
berasal dari sebuah pohon Kalimantan yang dibawa oleh Kh.Asnawi ke
Caringin, dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang
beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya Kh.Asnawi berdo’a
memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan pohon tersebut dapat di tebang
serta kayunya dibawa Kh.Asnawi ke Caringin untuk membangun Masjid.
Menurut masyarakat sekitar pernah suatu ketika Masjid tersebut diganti gentingnya, karena mereka berfikir sudah lama tidak diganti. Namun Masjid tersebut bocor. Kemudian masyarakat memutuskan untuk diganti ke semula.
Tahun 1937
Kh.Asnawi berpulang kerahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri (
Hj.Ageng Tuti halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah )
dan di maqomkan di Masjid Salfiah Caringin , hingga kini Masjid Salafiah
Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar
Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak pengalaman menarik dari
peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh
salah seorang jamaah sewaktu melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya
memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut .
Wallohu a’lam
Wallohu a’lam
@jamilatulafiah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar